Sunday, January 12, 2020

MENGENAL LEBIH DALAM IBADAH AGAMA BUDHA BERSERTA TOLERANSI YANG TERJALIN DI IBU KOTA JAKARTA (ARTIKEL)


ARTIKEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 MENGENAL LEBIH  DALAM  IBADAH AGAMA BUDHA BERSERTA TOLERANSI YANG TERJALIN DI IBU KOTA JAKARTA.

Dosen Pegampu:
Dr. Amaliyah, M.Pd.

Disusun oleh:
1. Rosa Putri Salsabila (1102619034)
2. Oktavianti Zenia Putri (1102619038)
3.  Widya Prasetyaningtyas (1102619054)
4. Nada Ramadhan Jatutama (1102619069)


Abstrak
Penelitian ini merupakan upaya untuk meningkatkan toleransi terhadap agama lainnya khususnya agama Budha yang sudah lama terbentuk di Indonesia. Seperti kita ketahui Indonesia memiliki beragam agama yang dianut oleh masyarakat di dalamnya. Salah satu agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia adalah agama Budha. Seperti halnya di Ibu kota Jakarta, populasi masyarakat yang memeluk agama Budha hanya berkisar 3,75 %. Penelitian ini menggunakan metode wawancara, dokumentasi , dan observasi lapangan ke Vihara  Silaparamita yang berlokasi di Jl.Cipinang Jaya No.2,RT.10/RW.7,Cipinang Muara, Kecamataan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13420. Dari hasil penelitian yang telah kami laksanakan, kami mendapatkan informasi yang membuat kami paham lebih dalam bagaimana agama budha beribadah beserta toleransi yang ada di lingkungan sekitar. Dapat disimpulkan bahwa menghargai agama lain adalah kunci dari kedamaian bersosialisasi dalam berkehidupan.

Pendahuluan
 Indonesia adalah negara yang sangat bhinneka. Kebhinnekaan Indonesia itu terdapat dalam hampir seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam hal agama. Republik Indonesia mengakui 6 agama sebagai agama resmi yakni Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, dan juga aliran-aliran kepercayaan lainnya.
  Pada kali ini kami memulai penelitian mengenai bagaimana agama Budha melakukan  kegiatan beribadah dari segala aspek. Mulai dari cara mereka beribadah, cara mereka mendekatkan diri kepada sang pencipta, manfaat dari mereka beribadah dan apakah menurut mereka sudah terbentuk urgensi Toleransi yang mumpuni di Indonesia. Mengapa ini sangat bagus untuk diangkat karena menurut kami hal mengenai kespesifikan terhadap agama Budha masih sangat jarang untuk berani memunculkannya di masyarakat. Mengingat agama budha hanya beberapa persen saja keberadaannya di Indonesia khususnya di Ibukota  Jakarta. 
  Untuk masuk lebih dalam lagi mengenai pembahasan tentang agama Budha, kita harus mengetahui arti dari Budha itu sendiri, Budha itu sendiri berarti ‘’ yang telah sadar ‘’ atau ‘’ yang telah terjaga’’ atau ‘’yang telah cerah’’. Kata ‘’ Budha’’ menjadi gelar untuk seseorang yang telah mencapai pencerahan sempurna. Dan siapakah sang Budha itu, Mengapa bisa dikatakan demikian, untuk mencapai sebuah pencerahana sang Budha  pada saat itu belum menyadari adanya penderitaan walaupun ia di kelilingi oleh kemewahan, sehingga ia mulai berfikir dan memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawi-nya dan tujuan dari semua itu juga di seiring perjalanannya ia melakukan pengasingan diri  agar ia menemukan titik cerah dalam menggapai kebahagiaan sejati dalam kehidupannya.
  Menurut pengakuan dari masyarakat yang memeluk agama Budha, Sang Budha bukanlah Tuhan, melainkan seorang pribadi pencipta dan penguasa alam semesta. Sang Budha bukan merupakan seorang titisan Tuhan dan ia juga bukan seorang nabi yang di utus keberadaannya oleh tuhan.  Dan jika bukan tuhan apakah Budha itu seorang manusia, dan menurut  mereka walaupun sang Budha memang lahir di dunia manusia, tetapi Sang Budha sudah melakukan perubahan diri yang dimana pada saat ia mencari pencerahan dan memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawi-nya  tatkala itu ia menjadi memiliki sosok pribadi dengan kondisi dan kualitas batin yang sempurna dan berbeda dengan manusia biasa. Jadi bisa di katakan untuk memaknai arti dari kata Tuhan menurut kepercayaan agama Budha dapat ditarik menjadi dua kesimpulan. Jika arti dari kata Tuhan tersebut adalah sosok yang menjadi penguasa alam semesta yang menentukan kehidupan manusia , maka Agama Budha tidak mempercayainya kecuali jika pengartian Tuhan dalam hal ini sebatas sosok yang memiliki kekuatan lebih dari manusia seperti halnya hukum alam amka agama Budha mempercayainya.
  Bagi masyarakat memeluk agama Budha manfaat untuk mereka beribadah menurut hasil dari observasi lapangan kami menjelaskan bahwa selain untuk mendapatkkan kebahagiaan dunia dan akhirat , untuk mencapai titik menjadi seorang Budha mereka perlu melakukan yang namanya kebaktian. Tujuannya agar mendapatkan perlindungan sejati, supaya terbebas dari mala petaka, dna menjadikan pikiran lebih tenang dan terkontrol dengan baik karena melakukan meditasi.
  Agama Budha adalah agama yang unik di antara agama – agama besar di dunia karena menempatkan sosok manusia pada posisi apa adanya sebagai pelaku dan penentu utama kebaikan dan keburukan yang ada pada dirinya. Agama Budha juga menarik dan unik untuk diangkat karena para pemeluknya dapat mencapai tingkatan yang sama dengan pendirinya yaitu Sang Budha jika mengikuti jalan yang telah diajarkannya.
   Perbedaan artikel kami yang berjudul "Mengenal lebih dalam ibadah agama budha beserta toleransi yang terjalin di ibu kota" dengan jurnal "Interaksi muslim dan budha di desa lubuk muda". Jurnal tersebut membahas tentang agama islam dan budha yang sebagai mayoritas di desa lubuk muda. Jurnal tersebut juga membahas tentang bagaimana masyarakat islam dan budha saling menghargai agama lain tanpa adanya konflik. Lalu artikel kami membahas tentang bagaimana agama budha beribadah, dan budaya apa saja yang ada di agama budha, serta pandangan seseorang yang beragama budha tentang toleransi masyarakat di ibu kota dengan agama budha, yang dimana agama budha adalah agama minoritas di ibu kota.

Hasil Observasi 
Dari hasil yang di dapat dari observasi lapangan dan wawancara terhadap seseorang yang memeluk agama budha, kami mendapatakan banyak informasi untuk mengenal lebih dalam tentang agama budha. Ibadah yang rutin dilakukan oleh umat budha adalah Puja bakti/ Kebaktian yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi di Vihara dan menggunakan tripitaka sebagai kitab suci. Tripitaka yang berarti “tiga keranjang” dalam Bahasa sansekerta merupakan koleksi naskah dan kitab Buddhis yang paling awal. Kitab ini mengandung teks yang paling dekat dan akurat dengan kata-kata yang diucapkan Sang Buddha dulu. Teks dalam Tripitaka dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu Vinaya Pitaka, Sutra Pitaka, dan Abhidamma Pitaka. Vinaya Pitaka yang berisi aturan - aturan untuk bhiksu dan bhiksuni, Sutra Pitaka kumpulan ceramah Buddha dan pengikut-pengikut seniornya, serta Abhidhamma Pitaka yang berisi interpretasi dan analisi konsep-konsep Buddhis.
Puja bakti/ Kebaktian adalah upacara atau sembahyang yang dilakukan sebagai ungkapan keyakinan (Saddha) terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha (Triratna). Mereka memiliki satu tujuan dalam melakukan Puja bakti/ kebaktian, yaitu:
a.       Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur TriRatna (Buddha, Dhamma dan Sangha)
b.      Meningkatkan keyakinan (Saddha) dengan tekad (Aditthana) terhadap TriRatna
c.     Mengembangkan empat sifat luhur (Brahma Vihara), yaitu cinta kasih, belas kasih, simpati, dan batin seimbang
d.      Mengulang atau membaca dan merenungkan kembali khotbah khotbah Buddha
e.       Melakukan Anumodana, yaitu membagi perbuatan baik kepada makhluk lain
f.       Berbagi kebajikan kepada semua makhluk
Mereka percaya bahwa dengan melakukan kebaktian, mereka akan mendapatkan perlindungan sejati supaya bebas dari kemelekatan dan memiliki pikiran yang tenang serta terkontrol dengan baik karena mereka melakukan meditasi saat beribadah. Hal yang terpenting saat melakukan puja bakti adalah pikiran bersih, penuh konsentrasi agar indra-indra terkendali saat membaca doa untuk mengagungkan TriRatna. Parrita yang dibaca dalam puja bakti berisi doa agar semua makhluk berbahagia.
Dalam beragama pasti ada hal yang di haramkan oleh agama atau yang dilarang, namun dalam agama Buddha menurut hasil wawancara yang kita lakukan bahwa dalam agama Buddha tidak ada hal yang yang dilarang. Hanya saja adanya pedoman bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan tidak terlepas dari hukum karma (hukum sebab akibat), bersumbu pada ehipassiko (datang dan buktikan) serta berpegang pada prinsip welas asih. Ehipassiko merupakan konsep ntuk membuktikan nya terlebih dahulu sehingga kita tidak bisa asal berbicara, sedangkan welas asih merupakan akal budi dan nurani.
Secara umum karma berarti perbuatan, Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum kosmis tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral (Kitab Hukum Karma) yang impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup maupun yang tidak hidup) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan, dengan kata lain tidak ada sesuatu atau makhluk yang muncul tanpa ada sebab lebih dahulu. Kita berbicara tentang akibat bila sesuatu itu terjadi tergantung pada kejadian yang mendahuluinya dan kejadian mula yang menghasilkan kejadian berikutnya disebut ‘sebab’.
Agama Buddha merupakan salah satu agama resmi yang ada di Indonesia dari 6 agama, toleransi yang terjalin di Jakarta terhadap agama Buddha merupakan hal yang biasa karena masyarakat mengakui adanya agama Buddha. Menurut hasil wawancara kami, toleransi yang terjadi di sekitar masyarakat sudah baik dengan masyarakat ingin menghargai pembangunan vihara di sekitar lingkungan sudah merupakan hal yang bagus. Sehingga yang terjadi disini toleransi terhadap agama Buddha sudah baik dengan masyarakat menghargai dan menghormati, juga berlaku pada agama lain. Hari besar agama Buddha adalah Waisak, biasanya yang mereka lakukan yaitu meditasi dan menyalakan lampu atau lilin untuk mengusir kegelapan dan penerangan bagi kehidupan seseorang. Dalam hari – hari besar seperti ini lah toleransi agama lain terhadap agama Buddha juga terjalin.

Kesimpulan
Agama Islam dan Agama Buddha memiliki perbedaan dengan cara beribadah, seperti Islam dengan dilakukannya shalat 5 waktu, sedangkan agama Buddha melakukan ibadah secara kebaktian setiap hari minggu. Meskipun demikian, tujuan dari ibadah yang dilakukan yakni sama yaitu agar mendapat ketenangan serta kedamaikan dunia dan akhirat. Ada perbedaan tradisi yang dilakukan ketika hari raya, umat islam merayakan Idul Fitri dan umat buddha merayakan waisak, hal yang dilakukan pada masing-masing agama pun berbeda. Dengan perbedaan tersebut tidak menghalangi umat beragama yang beragam ini dalam bertoleransi, toleransi yang dilakukan minimal menghargai kegiatan atau ritual dari tiap-tiap umat beragama.

Daftar Pustaka
Rifni Juliasari, Hasbullah, Khairiah. 2019. INTERAKSI MUSLIM DAN BUDHA DI DESA LUBUK MUDA. TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama. 11(1)

No comments:

Post a Comment

Mithoni, Adat Budaya Jawa yang Sudah Mendarah Daging

LAPORAN HASIL OBSERVASI AGAMA “Mithoni, Adat Budaya Jawa yang Sudah Mendarah Daging” Disusun oleh : Prasasti Reihani Aulia Put...