Dosen Pegampu:
Dr. Amaliyah, M.Pd.
Disusun oleh:
1. Rosa
Putri Salsabila (1102619034)
2. Oktavianti
Zenia Putri (1102619038)
3. Widya
Prasetyaningtyas (1102619054)
4. Nada
Ramadhan Jatutama (1102619069)
Abstrak
Penelitian ini merupakan upaya
untuk meningkatkan toleransi terhadap agama lainnya khususnya agama Budha yang
sudah lama terbentuk di Indonesia. Seperti kita ketahui Indonesia memiliki
beragam agama yang dianut oleh masyarakat di dalamnya. Salah satu agama yang
dianut oleh masyarakat Indonesia adalah agama Budha. Seperti halnya di Ibu kota
Jakarta, populasi masyarakat yang memeluk agama Budha hanya berkisar 3,75 %.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara, dokumentasi , dan observasi
lapangan ke Vihara Silaparamita yang
berlokasi di Jl.Cipinang Jaya No.2,RT.10/RW.7,Cipinang Muara, Kecamataan
Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13420. Dari hasil
penelitian yang telah kami laksanakan, kami mendapatkan informasi yang membuat
kami paham lebih dalam bagaimana agama budha beribadah beserta toleransi yang
ada di lingkungan sekitar. Dapat disimpulkan bahwa menghargai agama lain adalah
kunci dari kedamaian bersosialisasi dalam berkehidupan.
Pendahuluan
Indonesia adalah
negara yang sangat bhinneka. Kebhinnekaan Indonesia itu terdapat dalam hampir
seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam hal agama. Republik
Indonesia mengakui 6 agama sebagai agama resmi yakni Islam, Katolik, Kristen
Protestan, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, dan juga aliran-aliran kepercayaan
lainnya.
Pada kali ini kami memulai penelitian mengenai bagaimana agama Budha
melakukan kegiatan beribadah dari segala
aspek. Mulai dari cara mereka beribadah, cara mereka mendekatkan diri kepada
sang pencipta, manfaat dari mereka beribadah dan apakah menurut mereka sudah
terbentuk urgensi Toleransi yang mumpuni di Indonesia. Mengapa ini sangat bagus
untuk diangkat karena menurut kami hal mengenai kespesifikan terhadap agama
Budha masih sangat jarang untuk berani memunculkannya di masyarakat. Mengingat
agama budha hanya beberapa persen saja keberadaannya di Indonesia khususnya di
Ibukota Jakarta.
Untuk masuk lebih dalam lagi mengenai pembahasan tentang agama Budha,
kita harus mengetahui arti dari Budha itu sendiri, Budha itu sendiri berarti ‘’
yang telah sadar ‘’ atau ‘’ yang telah terjaga’’ atau ‘’yang telah cerah’’.
Kata ‘’ Budha’’ menjadi gelar untuk seseorang yang telah mencapai pencerahan
sempurna. Dan siapakah sang Budha itu, Mengapa bisa dikatakan demikian, untuk
mencapai sebuah pencerahana sang Budha
pada saat itu belum menyadari adanya penderitaan walaupun ia di kelilingi
oleh kemewahan, sehingga ia mulai berfikir dan memutuskan untuk meninggalkan
kehidupan duniawi-nya dan tujuan dari semua itu juga di seiring perjalanannya
ia melakukan pengasingan diri agar ia
menemukan titik cerah dalam menggapai kebahagiaan sejati dalam kehidupannya.
Menurut pengakuan dari masyarakat yang memeluk agama Budha, Sang Budha
bukanlah Tuhan, melainkan seorang pribadi pencipta dan penguasa alam semesta.
Sang Budha bukan merupakan seorang titisan Tuhan dan ia juga bukan seorang nabi
yang di utus keberadaannya oleh tuhan.
Dan jika bukan tuhan apakah Budha itu seorang manusia, dan menurut mereka walaupun sang Budha memang lahir di
dunia manusia, tetapi Sang Budha sudah melakukan perubahan diri yang dimana
pada saat ia mencari pencerahan dan memutuskan untuk meninggalkan kehidupan
duniawi-nya tatkala itu ia menjadi
memiliki sosok pribadi dengan kondisi dan kualitas batin yang sempurna dan
berbeda dengan manusia biasa. Jadi bisa di katakan untuk memaknai arti dari
kata Tuhan menurut kepercayaan agama Budha dapat ditarik menjadi dua
kesimpulan. Jika arti dari kata Tuhan tersebut adalah sosok yang menjadi
penguasa alam semesta yang menentukan kehidupan manusia , maka Agama Budha
tidak mempercayainya kecuali jika pengartian Tuhan dalam hal ini sebatas sosok
yang memiliki kekuatan lebih dari manusia seperti halnya hukum alam amka agama
Budha mempercayainya.
Bagi masyarakat memeluk agama Budha manfaat untuk mereka beribadah
menurut hasil dari observasi lapangan kami menjelaskan bahwa selain untuk
mendapatkkan kebahagiaan dunia dan akhirat , untuk mencapai titik menjadi
seorang Budha mereka perlu melakukan yang namanya kebaktian. Tujuannya agar
mendapatkan perlindungan sejati, supaya terbebas dari mala petaka, dna
menjadikan pikiran lebih tenang dan terkontrol dengan baik karena melakukan
meditasi.
Agama Budha adalah agama yang unik di antara agama – agama besar di
dunia karena menempatkan sosok manusia pada posisi apa adanya sebagai pelaku
dan penentu utama kebaikan dan keburukan yang ada pada dirinya. Agama Budha
juga menarik dan unik untuk diangkat karena para pemeluknya dapat mencapai tingkatan yang sama dengan pendirinya yaitu Sang Budha jika
mengikuti jalan yang telah diajarkannya.
Perbedaan artikel kami yang berjudul
"Mengenal lebih dalam ibadah agama budha beserta toleransi yang terjalin
di ibu kota" dengan jurnal "Interaksi muslim dan budha di desa lubuk
muda". Jurnal tersebut membahas tentang agama islam dan budha yang sebagai
mayoritas di desa lubuk muda. Jurnal tersebut juga membahas tentang bagaimana masyarakat
islam dan budha saling menghargai agama lain tanpa adanya konflik. Lalu artikel
kami membahas tentang bagaimana agama budha beribadah, dan budaya apa saja yang
ada di agama budha, serta pandangan seseorang yang beragama budha tentang
toleransi masyarakat di ibu kota dengan agama budha, yang dimana agama budha
adalah agama minoritas di ibu kota.
Hasil Observasi
Dari hasil yang di dapat dari observasi lapangan dan
wawancara terhadap seseorang yang memeluk agama budha, kami mendapatakan banyak
informasi untuk mengenal lebih dalam tentang agama budha. Ibadah yang rutin
dilakukan oleh umat budha adalah Puja bakti/ Kebaktian yang dilaksanakan setiap
hari minggu pagi di Vihara dan menggunakan tripitaka sebagai kitab suci.
Tripitaka yang berarti “tiga keranjang” dalam Bahasa sansekerta merupakan koleksi naskah dan kitab Buddhis yang paling awal. Kitab ini mengandung
teks yang paling dekat dan akurat dengan kata-kata yang diucapkan Sang Buddha
dulu. Teks dalam Tripitaka dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu Vinaya Pitaka,
Sutra Pitaka, dan Abhidamma Pitaka. Vinaya Pitaka yang berisi aturan - aturan
untuk bhiksu dan bhiksuni, Sutra Pitaka kumpulan ceramah Buddha dan
pengikut-pengikut seniornya, serta Abhidhamma Pitaka yang berisi interpretasi
dan analisi konsep-konsep Buddhis.
Puja bakti/ Kebaktian adalah upacara atau
sembahyang yang dilakukan sebagai ungkapan keyakinan (Saddha) terhadap Buddha,
Dhamma, dan Sangha (Triratna). Mereka memiliki satu tujuan dalam melakukan Puja
bakti/ kebaktian, yaitu:
a.
Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur TriRatna (Buddha,
Dhamma dan Sangha)
b.
Meningkatkan keyakinan (Saddha) dengan tekad
(Aditthana) terhadap TriRatna
c. Mengembangkan empat sifat luhur (Brahma
Vihara), yaitu cinta kasih, belas kasih, simpati, dan batin seimbang
d.
Mengulang atau membaca dan merenungkan kembali
khotbah khotbah Buddha
e.
Melakukan Anumodana, yaitu membagi
perbuatan baik kepada makhluk lain
f.
Berbagi kebajikan kepada semua makhluk
Mereka percaya bahwa dengan melakukan kebaktian,
mereka akan mendapatkan perlindungan sejati supaya bebas dari kemelekatan dan
memiliki pikiran yang tenang serta terkontrol dengan baik karena mereka
melakukan meditasi saat beribadah. Hal
yang terpenting saat melakukan puja bakti adalah pikiran bersih, penuh
konsentrasi agar indra-indra terkendali saat membaca doa untuk mengagungkan
TriRatna. Parrita yang dibaca dalam puja bakti berisi doa agar semua makhluk berbahagia.
Dalam beragama
pasti ada hal yang di haramkan oleh agama atau yang dilarang, namun dalam agama
Buddha menurut hasil wawancara yang kita lakukan bahwa dalam agama Buddha tidak
ada hal yang yang dilarang. Hanya saja adanya pedoman bahwa setiap perbuatan
yang kita lakukan tidak terlepas dari hukum karma (hukum sebab akibat),
bersumbu pada ehipassiko (datang dan buktikan) serta berpegang pada prinsip
welas asih. Ehipassiko merupakan konsep ntuk membuktikan nya terlebih dahulu
sehingga kita tidak bisa asal berbicara, sedangkan welas asih merupakan akal
budi dan nurani.
Secara umum
karma berarti perbuatan, Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum kosmis
tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral (Kitab Hukum Karma)
yang impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup maupun yang tidak hidup)
yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan,
dengan kata lain tidak ada sesuatu atau makhluk yang muncul tanpa ada sebab
lebih dahulu. Kita berbicara tentang akibat bila sesuatu itu terjadi tergantung
pada kejadian yang mendahuluinya dan kejadian mula yang menghasilkan kejadian
berikutnya disebut ‘sebab’.
Agama
Buddha merupakan salah satu agama resmi yang ada di Indonesia dari 6 agama,
toleransi yang terjalin di Jakarta terhadap agama Buddha merupakan hal yang
biasa karena masyarakat mengakui adanya agama Buddha. Menurut hasil wawancara
kami, toleransi yang terjadi di sekitar masyarakat sudah baik dengan masyarakat
ingin menghargai pembangunan vihara di sekitar lingkungan sudah merupakan hal
yang bagus. Sehingga yang terjadi disini toleransi terhadap agama Buddha sudah
baik dengan masyarakat menghargai dan menghormati, juga berlaku pada agama
lain. Hari besar agama Buddha adalah Waisak, biasanya yang mereka lakukan yaitu
meditasi dan menyalakan lampu atau lilin untuk mengusir kegelapan dan
penerangan bagi kehidupan seseorang. Dalam hari – hari besar seperti ini lah
toleransi agama lain terhadap agama Buddha juga terjalin.
Kesimpulan
Agama Islam dan Agama Buddha memiliki perbedaan dengan cara
beribadah, seperti Islam dengan dilakukannya shalat 5 waktu, sedangkan agama
Buddha melakukan ibadah secara kebaktian setiap hari minggu. Meskipun demikian,
tujuan dari ibadah yang dilakukan yakni sama yaitu agar mendapat ketenangan
serta kedamaikan dunia dan akhirat. Ada perbedaan tradisi yang dilakukan ketika
hari raya, umat islam merayakan Idul Fitri dan umat buddha merayakan waisak,
hal yang dilakukan pada masing-masing agama pun berbeda. Dengan perbedaan
tersebut tidak menghalangi umat beragama yang beragam ini dalam bertoleransi,
toleransi yang dilakukan minimal menghargai kegiatan atau ritual dari tiap-tiap
umat beragama.
Daftar Pustaka
Rifni
Juliasari, Hasbullah, Khairiah. 2019. INTERAKSI MUSLIM DAN BUDHA DI DESA LUBUK
MUDA. TOLERANSI: Media Komunikasi umat
Beragama. 11(1)
No comments:
Post a Comment