TEMPAT KERAMAT : MAKAM PANGERAN
JAYAKARTA TEMPAT ZIARAH TERFAVORIT
Abstrak
Dalam melakukan observasi ini kami
kedapatan materi tempat keramat, dan kami memilih untuk mendatangi makam
pangeran jayakarta yang ternyata merupakan cagar budaya dilindungi oleh
undang-undang republik indonesia yang berarti salah satu tempat yang harus kita
jaga. Tujuan penelitian kelompok kami kali adalah mengetahui mengapa tempat
tersebut dikeramatkan dan sejarah singkat dari makam tersebut agar menambah
ilmu pengetahuan kami. Metode yang kami gunakan adalah wawancara dan pengamatan
yang ada disekitar makam pangeran jayakarta tersebut. Subjek dari penelitian
kami yaitu pengunjung dan penjaga makam pangeran jayakarta tersebut. Hasil dari
penelitian yang kami dapat yaitu pertama mengetahui sejarah singkat dari makam
pangeran jayakarta ini, lalu yang kedua mengetahui untuk apa pengunjung datang
ke makam pangeran jayakarta. Implikasi yang kami dapatkan bahwa harus menjaga
dan menghormati tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat sekitar, tidak
melupakan sejarah yang pernah ada, kita juga harus mendoakan pahlawan-pahlawan
tetapi tidak dengan maksud menyembah atau meminta sesuatu sehingga menimbulkan
kemusyrikan.
Kata
kunci : tempat keramat, makam pangeran jayakarta, tempat ziarah
terfavorit.
Pendahulan
Pada
umumnya manusia selalu ingin memenuhi kebutuhannya, menurut bentuknya kebutuhan
manusia dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan material dan kebutuhan spiritual.
Kebutuhan material sendiri berupa sandang, pangan, dan papan yang biasa kita
butuhkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mempertahankan hidup. Oleh karena
itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia berusaha semaksimal kemampuan
pikirnya meskipun tidak selalu lancar. Hal ini dikarenakan keterbatasan akan
kemampuan akal dan pengetahuan yang dimilikinya. Untuk mengimbangi
keterbatasannya, adakalanya manusia melakukan sesuatu yang lebih bersifat
spiritual. Melalui perilaku spiritual ini manusia berusaha memenuhi akan
kebutuhan rohaninya. Kebutuhan rohani atau kebutuhan spiritual ini adalah
kebutuhan nonmateri. Dengan pemenuhan kebutuhan spiritual ini manusia berupaya
mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dalam rangka mencapai tujuan tertentu
yang dikehendakinya, misalnya pendalaman iman. Adakalanya pula melalui perilaku
spiritual manusia melakukan upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya,
termasuk kebutuhan materi. Perilaku spiritual dalam rangka upaya manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup ini dilakukan manusia dengan sikap ‘panembah’ kepada
Yang Maha Kuasa. Karena itu dalam sikap “panembah” ini manusia memasrahkan diri
pada kekuatan Illahi. Secara konseptual sikap “panembah” yang pasrah diri pada
kekuatan Illahi itu merupakan wujud dari emosi keagamaan (religius emotion).
Koentjaraningrat (1992) mengatakan bahwa emosi keagamaan itu adalah suatu
getaran jiwa yang pada suatu ketika pernah menghinggapi seorang manusia dalam
waktu hidupnya. Walaupun getaran itu hanya berlangsung beberapa waktu saja.
Emosi keagamaan ini ada di belakang setiap kelakuan serba religi, sehingga
menyebabkan timbulnya sikap keramat, baik pada kelakuan manusia itu sendiri,
maupun pada tempat kelakuan itu diungkapkan. Sikap keramat dalam anggapan di
kalangan suatu masyarakat di tempat-tempat yang dikeramatkan merupakan tempat
bersemayamnya arwah leluhur atau dewa-dewi dan kekuatan-kekuatan gaib yang pada
suatu waktu di tempat tersebut dijadikan pusat kegiatan keagamaan. Pada tempat
keramat biasanya bersemayam tokoh leluhur yang semasa hidupnya memiliki
karisma. Tokoh ini dimitoskan oleh pendukungnya dan dijadikan sebagai panutan
perilaku kelompok orang. Mitos itu sendiri memberikan arah kepada kelakuan
manusia. Lewat mitos ini manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam
kejadian-kejadian sekitarnya dan menangggapi daya-daya kekuatan alam (Van
Peursen, 1992:37; J. Van Baal, (1987) mengartikan mitos adalah kebenaran
religius dalam bentuk cerita yang menjadi dasar situs. Mitos ini merupakan
bagian dari suatu kepercayaan yang hidup di antara sejumlah bangsa. Tempat
keramat yang didukung oleh keberadaan tokoh mitos kharismatis menjadi tempat
ziarah bagi mereka dengan tujuan dan maksud tertentu. Ziarah dalam tradisi
Islam merupakan bagian dari ritual keagamaan serta telah menjadi suatu
kebudayaan dalam suatu masyarakat. Kebudayaan sendiri memiliki pengertian
sebagai seluruh cara hidup masyarakat atau seluruh aspek pemikiran dan perilaku
manusia yang diwarisi dari satu generasi ke generasi lain melalui proses
pembelajaran (Taufiq Rahman, 2011 : 42). Kebudayaan juga diartikan sebagai
suatu proses atau hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam menjawab tantangan
kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya. Hasil pemikiran cipta dan karsa
manusia merupakan kebudayaan yang berkembang pada masyarakat. Pikiran dan
perbuatan yang dilakukan manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi
sebuah tradisi. Sejalan dengan adanya penyebaran agama, tradisi yang ada
dimasyarakat dipengaruhi oleh ajaran agama yang berkembang (Clifford Geertz,
1983 : 89). Sejak zaman dahulu tradisi ziarah telah banyak dilakukan di seluruh
penjuru dunia. Dalam Islam sendiri, ziarah telah banyak dilakukan sejak zaman
Rasulullah SAW tetapi Rasulullah SAW sendiri melarang dengan adanya praktek
ziarah karena sangat rentan terjerumus pada kemusyrikan yang disebabkan oleh
percampuran unsur budaya dan ibadah. Akan tetapi, kemudian ziarah kubur
diperbolehkan dengan catatan hanya untuk mengingat diri bahwa siapapun akan
sendiri terbaring didalam kubur. Ziarah sendiri memiliki pengertian sebagai
kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia seperti makam untuk
berkirim doa. Makam bagi masyarakat bukan hanya sekedar mengubur mayat akan
tetapi makam adalah tempat yang dikeramatkan dan keberadaan makam juga
diartikan sebagai simbol yang ada kaitannya dengan mempertahankan konservasi
sumber daya alam (Miskawi, 2007 : 37). Ziarah kini sudah merupakan suatu
fenomena yang lazim yang dijumpai didalam suatu masyarakat. Masyarakat mengenal
ziarah untuk menghormati sanak saudara yang sudah meninggal atau menghormati
tokoh-tokoh penting yang sudah meninggal, seperti halnya
dengan makam Pangeran Jayakarta yang banyak dikunjungi oleh pejabat dan juga
masyarakat baik di sekitar jakarta maupun dari luar daerah jakarta. Tujuan dalam melakukan penelitian dan
menjadikan ini sebuah tulisan antara lain untuk mengetahui sejarah singkat
makam pangeran jayakarta yang menurut mitos masyarakat sekitar merupakan ‘Yang Punya Jakarta’ terdahulunya pemimpin Jekarta
(sekarang Jakarta) 1619-1640. Diceritakan Pangeran Jayakarta sseorang yang gigh
dalam memperjuangkan Jekarta atau Jakarta, sehingga menjadi teladan bagi para
pemimpin, masyarakat luas baik yang berada di Jakarta maupun luar daerah DKI
Jakarta.
Jakarta sebagai kota bersejarah adalah salah satu
kota besar dan modern di Indonesia yang mempunyai banyak peninggalan fisik
untuk menandai tonggak-tonggak sejarah masing-masing periode. Salah satu
khasanah budaya berupa peninggalan fisik yang menjadi aset budaya sehingga
patut dilindungi. Oleh karena itu pada tingkat Propinsi Pemda DKI mengeluarkan
Perda no 7 tahun 1991 tentang Bangunanbangunan bersejarah di Kawasan Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Benda Cagar Budaya, dan pada tingkat nasional
pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang no 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya.
Salah satu kawasan bersejarah di Jakarta yang
terdapat beberapa peninggalan benda cagar budaya adalah Kawasan Jatinegara
Kaum. Dahulu kala Kawasan Jatinegara Kaum merupakan perkampungan tempat
Pangeran Jayakarta tinggal sejak tahun 1619 setelah pelabuhan Jayakarta
dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen.
Pangeran Jayakarta melarikan diri ke Jatinegara yang masih hutan jati pada saat
penjajahan Belanda. Pangeran Jayakarta membuka hutan sebagai tempat
pemerintahan dan mendirikan sebuah masjid yang diberi nama masjid Assalafiyah.
Di masjid Assalifiyah ini Pangeran Jayakarta mengatur strategi melawan Belanda
hingga wafat tahun 1640 dan di makamkan tepat di samping masjid. Pada komplek
makam tersebut terdiri dari makam Pangeran Jayakarta dan keluarga pangeran
berada di sebelah barat daya masjid. Beberapa peninggalan tersebut oleh Pemda
DKI Jakarta ditetapkan 3 (tiga) bangunan cagar budaya melalui Surat Keputusan
Gubernur no 475 Tahun 1993, yaitu : 1.
Masjid Jatinegara Kaum (masjid Assalafiyah) 2. Makam Pangeran Jayakarta 3.
Makam Pangeran Sang Hyang. Makam
Pangeran Jayakarta di kawasan Jatinegara Kaum tersebut sampai saat ini tidak
pernah sepi dari peziarah yang datang dari berbagai daerah, terutama pada saat
hari-hari besar Islam.
ISI
DAN HASIL PEMBAHASAN
Penulisan ini akan dibagi menjadi beberapa sub bab
untuk memudah pembaca dalam memahami
artikel yang penulis tulis.
·
Siapa pangeran Jayakarta
Jayakarta sebelumnya bernama Sunda kelapa, dahulunya
dibawah kekuasaan istana Padjajaran namun pada tahun 1527 M istana Padjajaran
dapat ditaklukkan oleh sunan gunung jati alis Raden Fatahillah yang merupakan
salah satu dari sembilan wali sanga.
Pada tanggal 22 juni 1527 M diadakan syukuran dengan
mengubah nama Sunda kelapa menjadi Jayakarta dan diberikan kekeuasan kepada
sultan Banten sampai tahun 1570 M, kemudian menantu dari Sultan Banten yaitu
Ratu Bagus Angke, suami dari pembaharuan putri dari Sultan Bangka diangkat
menjadi pangeran Jayakarta atau pangeran Djakerta yang pertama dengan status
raja bawahan dari kesultanan Banten yang berkedudukan di Angke Banten.
Pangeran
Jayakarta merupakan penguasa kota pelabuhan Jayakarta, yang menjabat sebagai
wakil dari Kesultanan Banten. Kekuasaan Banten atas wilayah ini berhasil
direbut oleh Belanda, setelah Pangeran Jayakarta dikalahkan oleh pasukan VOC di
bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619.
Sejak berakhirnya peperangan antara mataram dengan
Belanda pada tahun 1629 M maka beliau dan para pengikutnya menghilangkan jejak
dari pandangan kompeni Belanda, karena dahulu Jakarta masih hutan belukar dan
rawa-rawa sehingga sulit untuk ditemukan, ia juga berpesan kepada keturunannya
untuk tidak memberitahuku keberadaannya selama Belanda masih menjajah Jakarta.
·
Makam Jayakarta menurut pengunjung
Makam pangeran Jayakarta menurut pengunjung yang
kita temui bernama teguh dan rekannya falda, ia mengatakan bahwa tempat
kerjanya tidak jauh dari makan pangeran Jayakarta, berhubung makam pangeran
Jayakarta berada di dalam masjid sehingga, ia bisa sholat kemudian mengunjungi
makan pangeran Jayakarta.
Makam Jayakarta letaknya berada dalam masjid
sehingga bapak teguh dan rekannya bisa sholat terlebih dahulu, kemudian
melakukan ziarah kubur ke makam pangeran Jayakarta. Ia dan rekannya bukan
pertama kali dalam artian sudah sering berziarah ke makam pangeran Jayakarta.
Saya pertanya kepada bapak teguh dan rekannya alasan
berkunjung ke makam Jayakarta, menurut mereka makan pangeran Jayakarta
merupakan salah satu cagar budaya dan tempat keagamaan yang harus kita pelihara
dan jaga dengan baik, selain itu menurutnya pangeran Jayakarta adalah salah
satu orang yang berperan penting terhadap Jakarta atau secara singkat merupakan
tokoh karismatik tujuan bapak teguh dan falda ke makam pangeran Jayakarta untuk
mengirim doa dan wisata religi.
·
Menurut Panjaga Makam
Penjaga dan pengurus makam pangeran Jayakarta
bernama Mahfud ia sudah menjaga makam tersebut sejak tahun 1993 dan yang
menjaga makamnya turun temurun dalam keluarga, ada 6 orang penjanga yang
merawat makam pangeran Jayakarta. Makam ini juga dibuka 24 jam untuk umum
biasanya baik pejiarah dari dalam kota hingga luar kota berkunjung pada hari
raya dan hari libur jumblahnya lebih banyak dibanding biasanya, karena
rata-rata mereka datangnya rombongan.
Pengunjung juga lebih sering datang saat malam hari
dibandingkan dengan siang hari pada biasanya, perhari ada sekitar 1-2 orang.
Para pengunjung datang biasanya ada yang dapat mematuhi aturan dan ada yang
tidak seperti meninggalkan atau membuang sampah sembarangan.
Para pengunjung dari Jakarta biasanya dalam sehari
ada sekitar satu atau dua orang biasanya mereka membacakan surat Al Fatihah dan
Yasin untuk pangeran Jayakarta. Para pengunjung dari luar biasanya datang
secara rombongan pada hari-hari tertentu misalnya hari raya Idul Fitri.
Makam pangeran Jayakarta sudah diresmikan sebagai
cagar budaya oleh bapak gubernur terdahulu Ali Sadikin dan sudah direnovasi
sekitar 5 tahun yang lalu. Didekat makam tersebut terdapat piagam yang
bertuliskan cadar budaya.
Bila kita melihat makam pangeran Jayakarta tentu
disekitar nya terdapat makam-makam lain yang dahulunya masih ada hubungan
kerabat atau orang terdekat dengannya. Disamping makam pangeran Jayakarta
terdapat makam anak dan cucunya. Makam Jayakarta ini lebih sering dikunjungi oleh
peziarah dibandingkan makan pangeran Sanghyang.
Beberapa peziarah biasanya paling lama sekitar satu
jam, yang dilakukan biasanya mengirim doa tetapi ada beberapa yang datang
dengan tujuan lain seperti mengharapkan kemakmuran dalam pekerjaan ataupun
kesembuhan dalam penyakit, menurut penjaga makan tanah di kuburan pangeran
Jayakarta sering diambil untuk dijadikan syarat yang diajukan orang pintar
kepada pengunjung untuk kesembuhan ataupun kekayaan.
Beberapa peziarah ada yang meminta izin terlebih
dahulu untuk mengambil aksesoris makam ada pula yang tidak, sebenarnya penjaga
makam tidak mengizinkan pengunjung untuk mengambil aksesoris yang ada dimalam,
dulu saat malam pangeran Jayakarta masih ada tanahnya selalu habis diambil oleh
pengunjung.Hal inilah yang sebenarnya mengurangi niat baik kita
dalam berziarah.
·
Pandangan agama tentang ziarah kubur
Dalam satu hadis berbunyi " Sebab ziarah kubur
itu akan mengingatkan pada hari akhirat.” (HR Imam Al Baihaqy, Imam Nasai, dan
Imam Ahmad) mengtakan bahwa sebenarnya dengan berziarah kubur kita lebih
mengingat akan kematian sehingga, kita lebih sering mengingatkan Allah dan
menjauhi apa yang dilarangnya. Ziarah kubur dengan niat untuk mendoakan ahli
kubur dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT tidak dimasalahkana, namun
ada sebagian orang yang masih sering menyalahgunakan tempat ziarah untuk
meminta keberkahan, sesungguhnya dalan surat Al Qur'an berbunyi Katakanlah:
“Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia” (QS Al Ikhlas : 1-4). Yang dimaksudkan dalam
Qur'an surat Al ikhlas tersebut bahwa tidak ada tempat selaiin Allah yang
pantas untuk kita jadikan tempat memohon. Orang yang sudah meninggal itu
membutuhkan doa kita untuk meringankan kuburnya bukan malah sebaliknya kita
manusia yang masih diberikan kesehatan meminta dari kuburan.
Allah tidak melarang umatnya untuk berziarah kubur
asal dengan niat muliat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
sang maha pecinta tetapi apabila niat ziarah kubur untuk mencari berkah,
kesehatan ataupun kejayaan tentu hal tersebut sudah melenceng dari konsep
ziarah kubur, hal tersebut dikatakan melenceng karena tiada ada satupun mahkluk
didunia ini yang setara dengan Allah untuk tempat kita meminta.
Tinjauan Pustaka Penelitian
Dalam
suatu penelitian diperlukan dukungan hasil-hasil penelitian yang telah ada
sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
Dari
penelitian Bambang Deliyanto dari jurnalnya yang berjudul “PENATAAN FASILITAS
LINGKUNGAN MAKAM PANGERAN JAYAKARTA DAN MASJID ASSALAFIYAH SEBAGAI KAWASAN
CAGAR BUDAYA PERKOTAAN” menjelaskan tentang penataan fasilitas lingkungan di Makam Pangeran Jayakarta dan Masjid
Assalafiyah sebagai kawasan cagar budaya di perkotaan.
Penataan
fasilitas lingkungan cagar budaya perkotaan tanpa diatur oleh kebijakan
pengendalian yang kuat akan menyebabkan penataan yang merusak bahkan
menghilangkan keberadaan benda cagar budaya itu sendiri . Oleh karena itu
setiap setiap bentuk usaha penataan kawasan yang terdapat benda atau bangunan
cagar budaya di dalamnya harus memperhatikan kebijakan yang melindunginya.
Bambang
Deliyanto juga menjelaskan tentang isue pokok kawasan makam pangeran jayakarta
dan masjid Assalafiyah. Ada 2 pendapat yang keduanya mempengaruhi isue pokok
kawasan, yaitu dari mitos yang berkembang di masyarakat dan isue kawasan dari
fakta sejarah. Menurut mitos kompleks makam Pangeran Jayakarta, kompleks makam
Pangeran Sangyang, dan masjid As-Salafiyah berada di kawasan Jatinegara Kaum,
Klender Jakarta Timur. Secara historis, kawasan ini mempunyai hubungan yang
erat dengan sejarah kota Jakarta, namun secara mitos kawasan Jatinegara kaum
tidak terlepas dari sejarah perjuangan Pangeran Jayakarta, penguasa terakhir
Jayakarta sebelum kekalahannya menghadapi serbuan pasukan VOC (Belanda)dibawah
pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619. Menurut mitos pada saat
penjajahan Belanda Pangeran Jayakarta melarikan diri ke jatinegara yang masih
hutan jati. Pangeran Jayakarta membuka hutan sebagai tempat pemerintahan dan
mendirikan sebuah masjid yang diberi nama masjid As- Salafiyah. Di masjid
As-Salafiyah ini Pangeran Jayakarta mengatur strategi melawan Belanda hingga wafat
tahun 1640 dan di makamkan tepat di samping masjid. Kesakralan masjid
Assalafiyah, kompleks makam Pangeran Jayakarta, dan kompleks makam Pangeran
Sanghyang menjadikan kawasan ini mempunyai pola kegiatan religius yang kuat,
seperti pelaksanaan ibadah agama termasuk ziarah, diskusi kegiatan dan kegiatan
wisata rohani.
Namun ada
pendapat lain, yaitu isue kawasan dari sudut pandang sejarah yang menganggap
sejarah tersebut keliru, JJ Rizal (2013) sejarawan berpendapat sebagai
berikut: “Jikamenengok kajian Adolf
Heuken, Uka Tjandrasasmita, Hasan Muarif Ambari, dan Rachmat Ruhiyat, maka nama
Pangeran Jayakarta lebih berkait dengan sejarah Jakarta. Bahkan menurut Slamet
Mulyana, dari nama Pangeran Jayakarta itulah nama Jakarta berasal. Anggapan
keliru ini terus bertahan, meskipun telah dipatahkan dengan ditemukannya kata
Xacatara di buku J. de Barros, Decadas da Asia, yang ditulis pada 1553.”
http://databudaya.net/index.php/databudaya/databudayaatribut/cabud/id/1427)
Dikatakan
JJ Rizal lebih lanjut bahwa nama Jakarta memang berasal dari Jayakarta, suatu
nama yang dikenalkan dan menandai babak baru setelah Fatahillah menaklukkan
Sunda Kalapa atau kota kuno Jakarta pada 1527, masa dimana Sunda Kalapa sebagai
kota bandar leluhur orang Betawi memudar. Kota bandar besar itu jatuh di bawah
penguasaan Demak, yang didelegasikan pengurusannya kepada kota pesaingnya,
Banten. Fatahillah naik, yang dilanjutkan oleh Tubagus Angke, dan selanjutnya
Pangeran Jayakarta yang berakhir dalam konflik besar 1619, saat Jayakarta hancur
Belanda membangun kota baru di atas reruntuhannya sebagai basis, menjadi
adikuasa baru di Nusantara.
Terlepas
dari fakta sejarah dan mitos, dapat disimpulkan bahwa kawasan Jatinegara Kaum
mempunyai isue kawasan yang sama, yaitu merupakan kawasan yang bernilai sejarah
, religi , dan strategis bagi kota Jakarta itu sendiri, serta telah ditetapkan
sebagai kawasan cagar budaya perkotaan.
Bambang
Deliyanto juga menjelaskan Penataan Fasilitas Makam Jayakarta, Pangeran
Sangyang, dan Masjis AsSalafiyah sebagai kawasan Cagar Budaya. Penataan
fasilitas dilakukan dengan pendekatan perencanaan tapak. Dalam proses
perencanaan ruang, dikenal istilah perencanaan tapak (site planning) dan
rencana tapak (site plan atau site design). Perencanaan tapak menunjukkan
proses perencanaan yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip, metode dan
rangkaian tahapan perencanaan yang harus dilakukan. Sedangkan istilah rencana
tapak adalah produk dari seluruh proses perencanaan tapak. Menurut Herlambang
(2015) perencananaan tapak bertujuan menghubungkan dan mengintegrasikan ruang
di dalam tapak dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan tapak menjadi jembatan
kepentingan pemilik lahan dan kepentingan publik secara lebih luas. Kevin
Lynch, dalam buku Site Planning (edisi 3, MIT Press, 1984) - yang menjadi
referensi klasik dalam ilmu perencanaan kota, mendefinisikan perencanaan tapak
sebagai seni dan ilmu mengolah struktur ruang dan membentuk ruang-ruang antara
di atas sebuah lahan. Rencana tapak menempatkan objek (fisik) dan kegiatan
(manusia, penghuni) dalam kesatuan ruang dan waktu. Dalam proses perencanaan
tapak diperlukan rangkaian analisis skala makro (analisis lokasi-eksternal-di
luar batas tapak), analisis mikro (analisis tapak-internal-di dalam batas
tapak), maupun analisis kapasitas tapak dan fasilitas yang dibutuhkan pengguna
atau penghuni lahan tersebut. Hasil analisis makro dan mikro menghasilkan
potensi dan masalah yang selanjutnya dicarikan solusinya melalui konsep
penataan (Deliyanto.2015).
·
Potensi kawasan
o Makam
pangeran jayakarta masih aktif digunakan sebagai tujuan ziarah dan ditetapkan
sebagai cagar budaya.
o Setiap
malam jumat peziarah mencapai 500 orang lebih.
o Pemakaman
umum masih dimanfaatkan khusus untuk keturunan pangeran Jayakarta.
o Masih
dilakukan perluasan wilayah ke utara.
o Kunjungan
Gubernur DKI Jakarta menjelang ulang tahun Jakarta.
·
Masalah Kawasan
o Makam
P.Jayakarta sebagai situs cagar budaya
kehilangan identitas walaupun telah ditetapkan melalui SK Gubernur No. 475
tahun 1993.
o Lokasi
Keberadaan makam P.Jayakarta sebagai
situs ziarah dan sejarah kurang tersosialisasi dengan baik, karena tidak adanya
petunjuk tentang keberadaan makam pada jalan Alu-alu dan jalan Bekasi raya sebagai akses utama.
o Sebagai
tempat tujuan wisata religi, Sarana dan prasarana kompleks makam P.Jayakarta
kurang memadai, seperti tempat parkir., visitor center, dan lainlain.
o Suasana
religi dan sejarah tidak terasa karena tidak didukung suasana kawasan
o LRK
kawasan ini menjadi ancaman bagi keberadaan Kompleks Makam yang telah
ditetapkan sebagai situs cagar budaya, yaitu dengan adanya jalan inspeksi, dan
peruntukan Karya umum taman (Kut).
o Jalan
inspeksi yang direncanakan menyebabkan Luas lahan masjid dan lingkungan
makam P.Jayakarta dan
P.Sang Hyang berkurang.
Kesimpulan
Makam pangeran Jayakarta merupakan salah satu cagar
budaya di Jakarta yang harus kita jaga dan rawat, sebaiknya apabila kita
kemakam pangeran Jayakarta kita harus mematuhi aturan yang telah diterapkan
seperti tidak membuang sampah ataupun mengambil aksesoris makam.
Ziarah kubur merupakan hak yang tidak dilarang oleh
agama asalkan dengan tujuan yang baik dan tidak untuk menduakan Allah seperti
meminta berkah atau memohon kepada selain Allah. Ziarah kubur merupakan hal
yang baik bila tidak disalah artikan agar kita lebih meninggingat kematian.
No comments:
Post a Comment